Sebuah Renungan Untuk Kita


Teman – teman, semoga kisah yang saya dapat dari milis ini bisa menjadi renungan kita semua. Selamat membaca!

Dear all,

1. Demi masa.
2 Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
3. Kecuali orang-orang yg beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran

Assalamualaikum WW,

Selamat membaca dan renungkan semoga bermanfaat amin

” Qullu Nafsi ndza ikhatul Maut “

“Setiap yang bernyawa pasti akan mendapatkan Maut”

Dari Seorang Sahabat Hamba Allah



Bahan Renungan Untuk Anda, Sahabatku, yang mungkin terlalu sibuk
bekerja…
Luangkanlah waktu sejenak untuk membaca dan merenungkan pesan ini…

Alhamdulillah, Anda beruntung telah terpilih untuk mendapatkan
kesempatan membaca email ini.

Aktifitas keseharian kita selalu mencuri konsentrasi kita. Kita seolah
lupa dengan sesuatu yang kita tak pernah tahu kapan kedatangannya.
Sesuatu yang bagi sebagian orang sangat menakutkan. Tahukah kita kapan
kematian akan menjemput kita???

Berikanlah waktu anda dan bacalah sampai habis, semoga dapat menjadikan
hikmah buat kita semua dan sadar, bahwa kita akan mati dan tinggal
menunggu waktunya,

semoga kita termasuk dalam orang-orang yang khusnul
khotimah…. amien…..

———— ——— ——— ——— ——— ———


——— ——— ———

Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku
dalam lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku saat pulang
dari keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam
shalatnya yang panjang.. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama,
apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang..

Aku sungguh heran, bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri :

“Alangkah sabarnya mereka…… setiap hari begitu…benar- benar
mengherankan! “

Aku belum tahu bahwa disitulah kebahagiaan orang mukmin dan itulah
shalat orang orang pilihan. Mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk
munajat kepada Allah. Continue reading

Menantikan Pemimpin yang Sederhana


Kisah yang saya dapatkan dari milis  ini mungkin bisa menjadi renungan bagi kita, terutama menjelang masa-masa PEMILU PILPRES. Selamat membaca!

Sesaat setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) wafat, kaum Mus-limin segera mencari pengganti untuk melanjutkan kepemimpinan Islam. Ketika itu Abu Bakar Radhiallahu ‘anhu (RA) memegang tangan Umar bin Khaththab RA dan Abu Ubaidah bin Jarrah RA sambil mengatakan kepada khalayak, “Salah satu dari kedua orang ini adalah yang paling tepat menjadi khalifah. Umar yang dikatakan oleh Rasulullah sebagai orang yang dengannya Allah memuliakan Islam dan Abu Ubaidah yang dikatakan Rasulullah sebagai kepercayaan ummat ini.”

Tangan Umar gemetar mende-ngar kata-kata Abu Bakar itu, seakan ia kejatuhan bara yang menyala. Abu Ubaidah menutup mukanya dan menangis dengan rasa malu yang sangat. Umar bin Khaththab lalu berteriak, “Demi Allah, aku lebih suka dibawa ke depan lalu leherku ditebas walau tanpa dosa, daripada diangkat menjadi pemimpin suatu kaum dimana terdapat Abu Bakar.”

Pernyataan Umar ini membuat Abu Bakar terdiam, karena tidak mengharapkan dirinya yang ditunjuk menjadi khalifah. Dia menyadari dirinya sangat lemah dalam mengendalikan pemerintahan. Tidak setegas Umar dan tidak sebijak Abu Ubaidah.

Tapi akhirnya pikiran dan perasaan semua orang terarah kepada Abu Bakar. Karena dialah sesungguhnya yang paling dekat, ditinjau dari berbagai aspek, untuk menduduki jabatan khalifah yang teramat berat ini.

Setumpuk alasan dapat dikemukakan untuk menunjuk Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah. Dialah orang yang dianggap paling dekat dengan Rasulullah SAW dan paling kuat imannya, sesuai pernyataan Nabi, “Kalau iman seluruh ummat Islam ditimbang dengan iman Abu Bakar, maka lebih berat iman Abu Bakar.”

Maka terangkatlah Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Nabi SAW. Saat pertama kali Abu Bakar menginjakkan kaki di mimbar Rasulullah, ia hanya sampai pada anak tangga kedua dan duduk di situ tanpa berani melanjutkan ke anak tangga berikutnya, sambil berpidato, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya aku diangkat menjadi pemimpin kalian, tapi aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, maka bantulah aku. Dan jika aku berbuat kesalahan, maka luruskanlah aku. Ketahuilah, sesungguhnya orang yang lemah di antara kalian adalah orang yang kuat di sisiku, hingga aku berikan hak kepadanya. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka jika aku durhaka, janganlah kalian taat kepadaku.” Continue reading

Malu


hana malee
hana malee

Rasa malu bagi seseorang merupakan daya kekuatan yang mendorongnya berwatak ingin selalu berbuat pantas dan menjauhi segala perilaku tidak patut. Orang yang memiliki watak malu adalah orang yang cepat menyingkiri segala bentuk kejahatan. Sebaliknya, yang tidak memiliki rasa malu berarti ia akan dengan tenang melakukan kejahatan, tidak peduli omongan, bahkan, cercaan orang lain. ”Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu,” begitu mottonya.

Islam menilai, watak malu itu merupakan bagian dari iman. Dengan demikian, orang yang tidak mempunyai rasa malu adalah orang yang hilang imannya. Orang hidup bermasyarakat sudah tentu harus mendengarkan apa kata masyarakat tentang dirinya. Masyarakat tak pelak lagi sebenarnya mengetahui apa yang dilakukan anggotanya. Masyarakat pula yang berhak mengoreksi apa-apa kelakuan yang tidak baik atau tak pantas anggotanya. Bagi yang tak punya malu, omongan atau koreksi masyarakat akan dianggapnya angin lalu.

Ada sebuah ungkapan warisan para nabi, yang menyatakan bahwa sudah rahasia umum, orang yang hilang perasaan malunya tak lain dari orang yang sudah terbiasa berbuat kemungkaran dan kemaksiatan dalam segala jenis dan bentuknya. Ia mau melakukan kejahatan, kelaliman dan kekejian.

Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya, yang dapat diambil sebagai pelajaran dari para nabi terdahulu ialah, apabila kamu sudah tidak mempunyai perasaan malu maka berbuatlah semaumu;” riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Itu berarti, orang yang demikian sulit untuk mau mawas diri, meski berhadapan dengan umpatan dan kecaman orang banyak pun.

Berdasar riwayat Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: ”Sesungguhnya Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung, bila berkehendak menjatuhkan seseorang maka Allah cabut dari orang itu rasa malunya. Ia hanya akan menerima kesusahan (dari orang banyak yang marah kepadanya. Melalui ungkapan kemarahan itu, hilang pulalah kepercayaan orang kepadanya. Bila kepercayaan kepadanya sudah hilang maka ia akan jadi orang yang khianat. Dengan menjadi khianat maka dicabutlah kerahmatan dari dirinya. Bila rahmat dicabut darinya maka jadilah ia orang yang dikutuk dan dilaknati orang banyak. Dan bila ia menjadi orang yang dilaknati orang banyak maka lepaslah ikatannya dengan Islam.

Sumber : Republika

Protein Fluoresen Hijau, Pemenang Nobel Kimia 2008


Hadiah Nobel 2008 di bidang Kimia telah dianugerahkan kepada tiga ilmuwan yaitu ilmuwan Jepang Osamu Shimomura dan peneliti Amerika Serikat Martin Chalfie dan Roger Tsien, karena penemuan dan pengembangan protein fluoresen hijau (GFP).

Protein ini, yang pertama kali diisolasi dari seekor ubur-ubur, sekarang ini sudah rutin digunakan sebagai penanda yang menyala terang untuk menelusuri posisi-posisi dan interaksi-interaksi protein-protein dalam sel.

Profesor Lars Thelander dari Royal Swedish Academy of Sciences, setelah pengumuman penganugerahan tersebut, mengatakan GFP merupakan sebuah alat yang sangat baik yang memungkinkan kita untuk meneliti metabolisme dan reaksi-reaksi di dalam sel-sel hidup tanpa merusaknya. Sekarang ini sudah sangat mudah menandai protein dengan penanda fluoresen, Thelander menambahkan, dengan catatan bahwa GFP telah membantu dalam memberikan pengetahuan-pengetahuan baru tentang proses-proses seluler yang terkait dengan penyakit seperti kanker, HIV dan penyakit Alzheimer. Continue reading